Istri merupakan komponen tak
terpisahkan dalam sebuah keluarga yang memiliki peranan tak kalah penting dari
seorang suami. Terlepas dari kontroversi mengenai bagaimana seharusnya seorang
istri menghabiskan waktunya, berkarier di luar atau mengurus rumah dan
keluarga, seorang istri akan menjadi ibu sekaligus sekolah pertama bagi
anak-anaknya.
Karena itu, Islam mengajarkan
suami untuk sebisa mungkin mencukupi semua kebutuhan istri karena tugas yang
diemban istri sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya sangat jauh dari
kategori ringan. Dengan fasilitas memadai semacam itulah, istri diharapkan dapat
memaksimalkan perannya sebagai pendamping suami maupun mentor bagi
anak-anaknya. Salah satunya juga membangun rumah tangga dalam islam yang
selalu di ridhoi Allah agar mendapatkan berkahNya.
Di balik peran dan hak tersebut,
seperti halnya suami, istri juga mengemban kewajiban terhadap suami yang harus
ia penuhi. Ini juga diatur cukup detail dan rinci dalam beberapa sumber ajaran
Islam mulai dari Al-Qur’an, hadis hingga pendapat para ulama’ yang tak jarang
berbeda satu sama lain.
Hal yang demikian sedikit banyak
menyiratkan pembagian kerja yang fair antara suami dan istri, posisi
dan fungsi masing-masing yang saling melengkapi serta keharusan memiliki visi
yang sama untuk menciptakan keluarga bahagia dan kondusif untuk tumbuh kembang
anak. Singkatnya, selain memiliki beberapa hak yang harus ditunaikan suami,
istri juga memiliki kewajiban terhadap suami yang tak bisa ia abaikan. Beberapa
di antaranya adalah sebagai berikut;
1. Selalu ta’at pada suami
Istri diwajibkan selalu ta’at
pada suami kecuali dalam hal-hal yang melarang aturan agama dan atau
kesusilaan. Ini khususnya berlaku ketika suami menyuruh istri untuk
melaksanakan shalat, melakukan ibadah dan melaksanakan kewajiban lain seperti
memenuhi undangan, menutup aurat dan lain sebagainya.
Adapun dalam hal-hal lain yang
sifatnya relatif dan bisa dibincangkan bersama, istri seharusnya selalu meminta
pendapat suami setiap akan membuat keputusan dan langkah dalam hidupnya,
semisal terkait dengan pekerjaan, karier, keluarga, pendidikan anak dan lain
sebagainya.
Dengan demikian, kewajiban ta’at
di sini tidaklah menggunakan paradigma up dan down khususnya
untuk hal-hal yang sifatnya optional, akan tetapi lebih merupakan
ajaran untuk melibatkan suami dalam pengambilan keputusan-keputusan penting.
Tentu saja dalam proses semacam itu, baik suami maupun istri sama-sama
menyuarakan pendapatnya sehingga keputusan yang diambil dapat representatif dan
tidak merugikan pihak manapun.
2. Bermuka manis dan menyenangkan
suami
Perintah untuk bermuka manis dan
menyenangkan suami ini secara khusus berkaitan dengan psikologi perempuan yang
terkadang tidak stabil baik karena faktor biologis maupun non-biologis. Untuk
itu, seorang istri diwajibkan dapat mengontrol dan mengelola emosinya sebaik
mungkin sehingga apapun yang ia rasakan, ia tetap bermuka manis dan berusaha
menyenangkan suami dengan berbagai cara.
Kategori bermuka manis dan
menyenangkan suami ini tentu bisa berbeda berdasarkan kebiasaan dan pola yang
berjalan dalam sebuah rumah tangga.
Bagi keluarga A, misalnya
menyenangkan suami dilakukan dengan memasak makanan kesukaannya, sedang bagi
keluarga B, menyenangkan suami berarti mengajak suami liburan dan lain
sebagainya. Oleh karena itu, sesuaikan prinsip ini dengan pola dalam keluarga
Anda masing-masing.
3. Menjaga harta, rumah dan
kehormatan suami
Lagi-lagi, prinsip ini bersifat
fleksibel sesuai dengan pola yang berjalan dalam sebuah rumah tangga. Akan
tetapi umumnya, istri diserahi tugas untuk mengelola keuangan keluarga,
khususnya istri yang tidak bekerja dan karenanya tidak memiliki penghasilan
tetap.
Menanggapi hal ini, Imam
Al-Ghazali, seorang ulama’ besar Islam berkomentar bahwa “di luar uang
untuk kepentingan keluarga, suami juga diwajibkan memberi uang kepada istri
sebagai ‘gaji’ karena telah menjaga rumah dan mengasuh anak, dalam kasus istri
yang tidak bekerja dan memilih untuk tinggal di rumah.”
Bagi Al-Ghazali, uang untuk
keperluan keluarga dengan uang nafkah untuk istri pribadi harus dibedakan.
Point penting dari ajaran ini
adalah bahwa istri harus turut serta aktif menjaga—dan atau mengelola—harta
yang dimiliki sebuah keluarga. Dengan demikian, pembagian kerjanya adalah jika
suami berupaya mendapatkan harta, maka i
stri yang bertugas merawat dan menjaganya,
bahkan jika mungkin mengembangkannya.
Sementara itu, perintah menjaga
rumah juga secara khusus berlaku bagi istri yang memilih untuk menghabiskan
waktunya di rumah. Perintah ini berkait erat dengan nilai etika lain yang
diajarkan dalam Islam:
- Seorang istri tidak boleh keluar rumah tanpa idzin suaminya apalagi membolehkan lelaki lain masuk ke dalam rumahnya ketika si suami tengah bepergian.
- Menjaga kehormatan suami adalah tidak memebeberkan aib suami pada orang lain sebab hal tersebut secara tidak langsung menunjukkan kelemahan istri yang tidak bisa menjaga rahasia keluarga.
Point terakhir tidak
termasuk kebiasan melakukan curhat atau sharing yang diniatkan untuk
mencari solusi atas permasalahan yang terjadi, meskipun harus dipastikan
bahwa partner yang mendengar cerita dan dimintai solusi tersebut
tidak akan membeberkan cerita yang didengarnya.
4. Menghindari Murka dan Mencari
Kerelaan Suami
Kerelaan suami disebut-sebut
sebagai tiket seorang istri untuk meraih kebahagiaan akhirat dan mendapat
surga. Karena itu, seorang istri harus berusaha sebisa mungkin untuk
mendapatkan kerelaan suami. Ini utamanya terkait juga dengan hal-hal di luar
kewajiban;
- Tindakan-tindakan lain yang disenangi suami dan dapat membahagiakan hatinya
- Membantu suami menyelesaikan pekerjaan
- Mengatasi masalah
- Terampil mengurus rumah
- Peka terhadap kebutuhan suami dan lain-lain.
Akan tetapi, satu hal penting
yang tidak boleh dilupakan dalam upaya mencari kerelaan suami ini adalah
menghindari murka suami karena hal tersebut tidak hanya akan menggagalkan upaya
mendapatkan kerelaan suami, akan tetapi juga mengancam keutuhan rumah tangga.
Beberapa hal di atas adalah
kewajiban istri terhadap suami dalam pandangan Islam. Karena itu, seorang istri
tidak seharusnya menuntut haknya dipenuhi oleh suami sebelum menunaikan
kewajiban-kewajibannya. itu, kewajiban yang tidak kalah penting adalah
membangun komunikasi yang baik dengan suami demi menjaga keutuhan rumah tangga
dan menciptakan lingkungan dan suasana kondusif serta suportif bagi seluruh
anggota keluarga, utamanya anak-anak yang tengah mengalami masa pertumbuhan.
Sumber : dalamislam.com
0 komentar:
Post a Comment